DEG-DEGAN MENJELANG PERSALINAN? BEGINI CARA MENGATASINYA

Menjelang persalinan, banyak hal mengkhawatirkan muncul dalam pikiran ibu. Takut bayi cacat, takut harus operasi, takut persalinannya lama, dan sebagainya. Terlebih bila sebelumnya ada teman atau kerabat dekat yang menceritakan pengalaman bersalin mereka, lengkap dengan komentar yang menyeramkan. Alhasil, bukannya tenang, ibu yang hendak melahirkan akan jadi tambah cemas.

Kecemasan ini, walaupun tanpa disertai bumbu cerita dari kanan-kiri, menurut dr. Okky Sofyan, SpOG, dari RS Bunda Jakarta, tetap merupakan hal yang umum dan wajar. Apalagi jika persalinan pertama. “Selain manusia tidak lepas dari rasa khawatir, calon ibu tidak tahu apa yang akan terjadi saat persalinan nanti. Jangankan persalinan pertama, persalinan yang kelima pun masih wajar bila ibu merasa khawatir.”

AKIBAT RASA TAK NYAMAN

Kekhawatiran menghadapi persalinan, menurut Dokter Okky, muncul dari ketidaknyamanan yang dimulai sejak trimester pertama. Ia mengaku sering mendapat pertanyaan-pertanyaan seperti, “Normal, tidak, Dok, kehamilan saya?”, “Flu saya berbahaya enggak, Dok?”, “Bolehkah saya minum obat-obatan warung?”, “Bolehkah saya tetap aktif berenang?”, “Bolehkah saya mengendarai mobil sendiri?”

Pertanyaan-pertanyaan demikian, papar Dokter Okky, muncul karena si ibu khawatir dengan kondisi kehamilannya. Ditambah lagi dengan beban mual-muntah, sulit makan, emosi yang labil, sehingga memperberat kondisi kekhawatiran tersebut.

Memasuki trimester kedua, kekhawatiran biasanya bertambah karena kondisi tidak nyaman terus berlangsung. “Apakah pertumbuhan janin saya sempurna, Dok?”, “Apakah tidak ada kelainan?” dan banyak lagi. “Lebih berat lagi,” lanjut Dokter Okky, “ketika kehamilan beranjak ke trimester ketiga. Si ibu semakin stres karena sudah harus mempersiapkan persalinan.” Apalagi bila yang akan dihadapi adalah persalinan pertama. Rasa deg-degan makin besar saja. Bayangan rasa sakit seringkali muncul, “Kayak apa, ya, sakitnya?”, “Mampukah saya menghadapinya?”, “Apa yang akan terjadi?”, “Berbahayakah?”, dan sederet pertanyaan lain.

Puncak kekhawatiran muncul bersamaan dengan dimulainya tanda-tanda akan melahirkan. Kontraksi yang lama-kelamaan meningkat menambah beban ibu, sehingga kekhawatiran pun bertambah. Pada kondisi inilah perasaan khawatir, bila tidak ditangani dengan baik, bisa merusak konsentrasi ibu sehingga persalinan yang diperkirakan lancar, berantakan akibat ibu panik.

Senada dengan dokter Okky, psikolog Nungki Nilasari, S.Psi., dari RSB Permata Hati, Bekasi, mengungkapkan, kekhawatiran ibu berasal dari tidak adanya bayangan mengenai apa yang akan terjadi saat bersalin nanti. Bayangkan saja, sekitar 12-16 jam ibu harus menahan rasa sakit yang lama-kelamaan makin meningkat. “Ketidaknyamanan sebelumnya, ditambah rasa sakit saat kontraksi, bisa membuat ibu sangat khawatir,” ungkap psikolog yang mempraktekkan hypnobirthing saat persalinan anak pertamanya.

Seringkali, tutur Nungki, ibu jadi panik ketika menghadapi rasa sakit, sehingga tidak bisa menahan rasa sakitnya. Padahal, yang dibutuhkan saat itu adalah hormon endorphin untuk menetralkan rasa sakit, dan oksitosin untuk memperkuat kontraksi yang muncul saat relaks.

Kekhawatiran yang teramat sangat pun bisa membuat otot-otot, termasuk otot di jalan lahir, bekerja berlawanan arah, karena dilawan oleh ibu yang kesakitan. Akibatnya, jalan lahir menyempit dan proses persalinan berjalan lebih lama dan sangat menyakitkan. Bahkan bisa sampai terhenti.

BERLANJUT SETELAH MELAHIRKAN

Kekhawatiran-kekhawatiran ini kadang tidak berhenti begitu persalinan berakhir, melainkan berlanjut hingga setelah melahirkan. Terbukti, seringkali muncul pertanyaan-pertanyaan seperti, “Gimana bayi saya, Dok? Sehat atau tidak? Apakah anggota tubuhnya lengkap?”

Apalagi bila ibu mengalami perdarahan, wajar bila ada kekhawatiran tersendiri, “Akankah terjadi infeksi? Berapa banyak robeknya? Dijahit berapa banyak?” Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan wujud dari kekhawatiran si ibu.

Bahkan, ada ibu yang mengalami kekhawatiran berlebih meski sudah kembali ke rumah. Dalam hal ini, ibu merespon ketakutan dan kekhawatirannya secara berlebihan, yang disebut sindroma postpartum. Bila tidak ditanggulangi dengan baik, ungkap Okky, akan menyebabkan gangguan jiwa.

Umumnya, sindroma postpartum terjadi pada ibu yang masih sangat muda. Ia tidak siap dengan kondisi yang jauh berbeda dari sebelum masa kehamilan. Terlebih dibarengi dengan berbagai tekanan yang diterimanya. Bisa juga akibat adanya faktor yang mengawali, antara lain mempunyai bakat gangguan kejiwaan turunan. “Selama kehamilan, akan muncul depresi akibat kondisi yang tidak nyaman. Bila depresi tersebut ditanggapi tidak wajar dan tidak tahu cara menyalurkannya, bisa memunculkan sindroma postpartum setelah melahirkan.”

Kenapa munculnya setelah persalinan? Menurut Dokter Okky, karena puncak depresi muncul saat persalinan. Untuk mengatasinya, ibu harus ditangani oleh dokter psikiatri atau dokter kejiwaan.

LIMA KUNCI POKOK

Okky dan Nungky memberikan tips bagi ibu hamil yang akan menghadapi persalinan.

  • Pertama, ibu harus melakukan kontrol teratur kehamilan ke dokter kandungan atau bidan. Tanyakan segala masalah atau kekhawatiran pada dokter agar mendapat jawaban yang jelas. Kalau perlu, catat semua pertanyaan sebelum ke dokter. Dokter yang baik, menurut Okky, akan menjawab berbagai pertanyaan. Untuk memastikan keadaan sebenarnya, dokter biasanya melakukan pemeriksaan lengkap semisal USG. Dari situ akan diketahui dan disampaikan ada-tidaknya kelainan. Pemeriksaan kontinyu akan membuat segala masalah bisa diantisipasi serta diatasi sehingga ibu bisa lebih percaya diri menghadapi persalinan. Kalau harus operasi caesar karena bayi melintang, misalnya, dokter akan menjelaskan apa sebabnya, bagaimana mekanismenya, teknik yang akan dilakukan, dan lainnya.
  • Kedua, jangan bertanya pada orang yang tidak berkompeten menjawabnya. Jangan pula mempercayai mitos sebelum ditanyakan ke dokter. Masalah bisa jadi makin rumit dan kecemasan pun makin menggunung.
  • Ketiga, agar lebih percaya diri saat persalinan, ibu harus tahu bagaimana mekanismenya mulai dari kala 1 awal dan akhir, teknik mengedan yang benar, perlu ikut senam hamil, dan seterusnya. Diharapkan, latihan yang dilakukan sebelumnya bisa membuat ibu secara refleks mengikuti instruksi dokter saat persalinan.
  • Keempat, pendampingan suami atau orang tua dari ibu yang akan melahirkan. Dampingan ini biasanya bisa menekan kekhawatiran sekaligus menambah rasa percaya diri.
  • Kelima, bagi sebagian ibu, kekhawatiran bisa diatasi dengan mengikuti terapi hypnobirthing yang sudah terbukti bisa membuat tenang saat menjalani persalinan, yang bisa diperoleh lewat terapis di rumah sakit atau rumah bersalin.